P E R J A N J I A N H A T I
.
.
.
Original Novel by:
-Santhy Agatha-
.
Copyright©
Maret 2013 by:
-Santhy Agatha-
.
Remake Novel by:
araaassi
.
.
.
---***---
“Tak pernahkah kau mengerti?
Hatiku ini sudah ada dalam genggamanmu
Lalu kau buang begitu saja.
Begitu saja....”
---***---
1
Bahagianya ketika
jatuh cinta.
Ify
tersenyum sambil membaringkan tubuhnya di kamar sepulang kuliahnya. Alvin baru
saja mengantarnya pulang, tadi mereka
menghabiskan waktu bersama sepulang
kuliah, berburu buku-buku lama, menonton dan menikmati es krim sebagai
penutupnya. Oh astaga. Hari ini sangat menyenangkan baginya. Meskipun Alvin
tampak agak aneh dan murung tadi, tetapi Alvin bilang dia hanya sedang tak
enak badan dan
berjanji bahwa sepulangnya nanti dia
akan langsung beristirahat agar kondisinya pulih.
Ify
mencintai Alvin, sangat cinta. Mereka menjadi dekat begitu saja seolah sudah
ditakdirkan untuk bersama. Dan Ify tidak
pernah menyangka mereka bisa seserius ini. Dulu dia menyangka Alvin sombong
karena berasal dari keluarga kaya, tetapi ternyata tidak. Lelaki itu yang
menyapanya duluan, bahkan sangat baik dan ketika pertama kali ke rumah Ify,
tidak ada sikap mencemooh atau pun menghina rumah mungil itu. Status Ify yang
berasal dari keluarga sederhana tampaknya tidak masalah bagi Alvin.
Mereka
sudah merajut impian untuk masa depan. Menikah dan punya anak, lalu berbahagia
untuk selamanya. Bahkan Alvin sudah menunjukkan keseriusannya dengan
mengajaknya ke rumahnya, bertemu dengan ibunya.
Meskipun
sikap ibunya tidak bisa dikatakan ramah... Ify mengernyit, teringat betapa
malunya dia ketika Ibu Alvin menolak untuk membala jabatan tangannya.
Setidaknya Alvin bilang bahwa ibunya memang galak kepada
siapa saja, bukan hanya kepadanya.
Ponselnya
berkedip-kedip. Ify segera mengangkatnya
begitu melihat nama
Alvin di layar ponselnya, “Iya Alvin?”
“Aku
baru saja sampai rumah.” Suara Alvin di seberang sana nampak berbeda, membuat
Ify bergumam dengan cemas.
“Kau
tampaknya sakit... Syukurlah kau sudah sampai rumah... Istirahatlah ya, supaya
besok kondisimu membaik.”
Hening...
Seolah Alvin sedang mencari kata-kata.
“Ify…?”
Alvin bergumam ragu. “Ya Alvin?”
“Bisakah
besok kita bertemu di taman yang biasa? Besok aku tidak bisa datang kuliah,
tetapi aku akan menunggumu di sana di sore hari. Kau menyusul ke sana ya.”
Taman tempat
mereka biasa bertemu
itu terletak dekat dari
kampusnya, Ify hanya perlu berjalan ke sana. Dia tersenyum sambil membayangkan
bahwa mungkin Alvin punya rencana romantis untuknya, “Iya Alvin, aku akan
datang besok.”
“Oke.”
dan telepon pun ditutup di seberang sana. Membuat Ify mengerutkan keningnya
atas penutup yang dingin dari Alvin, biasanya mereka mengakhiri percakapan
dengan kata-kata cinta yang lembut. Tetapi kemudian dia menghela napas, Alvin
kan sedang sakit, jadi wajar saja kalau sikapnya terasa berbeda...
♥♥♥
Ify
menangis, sungguh-sungguh menangis mendengarkan alunan lagu itu dari pemutar
musik miliknya. Hujan turun dengan derasnya di luar, tetapi sederas apapun
hujan itu, tak akan bisa mengalahkan derasnya darah yang mengalir dari hatinya
yang remuk redam, dihancurkan begitu saja oleh kekasihnya, tanpa ampun.
Ingatannya
melayang pada kejadian tadi sore yang berhujan, saat itu hanya ada dia dan
Alvin, kekasihnya.
"Kita
sudah tidak boleh bertemu lagi."
Ify mengernyit
dan mendongak menatap
Alvin yang lebih tinggi darinya, "Apa maksudmu?" dia benar-benar
terkejut mendengar kata-kata Alvin itu. Tadi dia datang menemui Alvin dengan
senyum dan bahagia, mengira bahwa dia akan mendapatkan kejutan romantis dari
kekasihnya. Dia memang mendapatkan kejutan. Tetapi ini bukan kejutan romantis.
"Aku
sudah tidak bisa menemuimu lagi Ify, maaf."
"Kenapa
Alvin?" Ify mulai gemetaran, menyadari bahwa semua ini
benar-benar nyata.
"Kau
tahu kenapa, aku sudah tidak kuat dengan desakan ibuku dan sebagainya, dia tidak menyukaimu... Kau tahu dia kolot, dia
berdarah biru dan dia ingin aku mendapatkan pasangan yang sederajat...” Alvin
menelan ludah, menatap Ify dengan menyesal, “Maafkan aku Ify, aku menerima
pertunangan dengan Pricilla. Selamat tinggal.”
Hanya
seperti itu, tanpa penjelasan apa-apa, tanpa pelukan perpisahan dan Alvin pergi
meninggalkan Ify dengan hati hancur.
Dua Tahun Kemudian.
♥♥♥
Suara
bel di taman kanak-kanak yang indah itu berbunyi. Ify segera mengatur agar
semua murid-muridnya duduk dengan rapi dan berdoa. Sangat susah mengatur
anak-anak TK yang begitu aktif
dan tak bisa
duduk diam itu, tetapi Ify
senang, karena mereka adalah sekumpulan bocah tanpa dosa, yang penuh rasa ingin
tahu dan kegembiraan murni dalam memandang dunia.
Selesai
berdoa, anak-anak berjalan dengan rapi menyalami Ify, lalu berhamburan menuju
orang tua masing- masing yang sudah menunggu di luar. Ify merapikan tas-nya
ketika ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya.
"Selamat
siang ibu guru, jemputan sudah datang."
Ify tersenyum, menatap laki-laki yang berdiri di pintu
ruang kelasnya dengan tatapan jahilnya, "Selamat
siang juga, apa yang kau lakukan di sini siang-siang Deva?" sambil meraih
tasnya, Ify menghampiri sang
adik yang telah tumbuh dewasa menjadi lelaki yang begitu tampan.
"Aku
tidak sengaja lewat sini sepulang mengantar teman kampus dan menyadari bahwa
aku lewat taman kanak- kanak tempat kakak mengajar, jadi kupikir ada baiknya aku menjemput kakak daripada kakak
harus naik angkot."
"Naik
angkot sebenarnya juga tidak apa-apa.” Ify berjalan menuju parkiran, diiringi
oleh Deva dan menghampiri mobil tua warna hitam, warisan dari almarhum ayah
mereka yang sekarang dipakai oleh Deva ke kampusnya.
Mereka masuk dan Deva menjalankan mobilnya keluar
dari halaman Taman kanak-kanak itu.
"Aku
ingin minta bantuan kakak." Deva mengernyitkan keningnya sambil menatap ke
arah jalanan yang ramai.
"Bantuan
apa?"
"Tentang
Keke."
Ify
ingat tentang Keke. Perempuan itu adalah teman kuliah Deva yang pernah diajak
Deva ke rumah beberapa hari yang lalu. Keke adalah perempuan cantik dan tentu
saja anak dari orang kaya, pikir Ify pahit, berusaha menahan goncangan masa
lalu yang tiba-tiba menusuknya. Tentu saja dia anak orang kaya, Keke datang ke
rumah mereka dengan mengendarai mobil sport keluaran terbaru yang harganya
mungkin saja mencapai sepuluh kali lipat harga jual rumah mungil keluarga Ify.
"Kenapa
dengan Keke?" batin Nessa berteriak, dia sebenarnya tidak ingin Deva
berdekatan dengan Keke. Orang kaya selalu memandang rendah orang miskin. Itu
fakta, itu pula yang dilakukan keluarga Alvin kepadanya dulu. Ify hanya tidak mau Deva
mengalami kekecewaan seperti dirinya sesudahnya. Tetapi semua larangannya
tertahan, dia tak tega mengatakan semua itu kepada adiknya yang sekarang sedang
berbinar-binar matanya, mabuk kepayang kepada perempuan impiannya.
"Keke
dan aku, kami saling mencintai dan berniat
menjalin hubungan serius."
Deva
mendesah, "Tetapi ada masalah dengan keluarganya.”
Ify
mengernyit. Pasti akan selalu ada masalah, ketika keluarga kaya menemukan
anaknya berpacaran dengan keluarga miskin, pasti akan selalu ada masalah.
"Keluarganya
mengundang kita dalam sebuah makan malam mewah di rumah mereka, pesta itu
diadakan oleh kakak Keke, seorang pengusaha yang kaya raya... Kakaknya, ingin bertemu denganku
dan aku... Aku
agak ngeri karena
desas desus yang berkembang, kakaknya itu sangat kejam dan jahat."
Deva menatap Ify dengan
tatapan memohonnya, yang selalu berhasil digunakannya untuk
meluluhkan hati kakaknya, "Kau mau menemaniku ke pesta itu kan ya?"
"Kenapa
harus denganku?" Ify merengut, mencoba berkelit.
"Karena
kakaknya ingin bertemu dengan salah satu keluarga kita, kau kakakku satu-satunya, aku kan tidak mungkin mengajak ibu, penyakit
rematiknya parah dan tidak bisa keluar malam."
"Apa yang ingin
dilakukan kakak Keke?
Kenapa dia ingin bertemu
dengan salah satu
keluarga kita?" Ify menerka-nerka dan sebuah pikiran pahit
berkecamuk di benaknya, jangan-jangan
si kakak
itu ingin mencemooh dan menghina mereka di pesta itu?
"Yah...
Aku adalah pacar Keke, kakaknya itu sangat protektif kepada Keke, mengingat
sebelum-sebelumnya banyak lelaki yang mendekati Keke demi mengincar harta
keluarga mereka, aku maklum kalau kakaknya ingin mengenal kita dan memastikan
aku baik untuk Keke."
Tentu
saja Deva baik untuk Keke. Ify mengernyit, dialah yang akan maju pertama kali
kalau ada yang meragukan kebaikan hati Deva. Mereka berdua adalah anak yang
dibesarkan dari seorang ibu yang berjuang seorang diri karena suaminya telah
meninggalkannya dengan dua anak yang masih kecil. Ibunya berjualan kue basah dan menitipkannya ke warung-warung.
Ify masih
ingat ketika dia dan Deva sepulang dari sekolah dasar membantu sang ibu menarik
wadah-wadah titipan dari warung-warung tersebut sambil berjalan kaki.
Dan
hidup dengan keprihatinan dan kesederhanaan telah membuat Ify dan Deva tumbuh
menjadi pribadi yang bersahaja,
mereka membantu sang
ibu dengan bekerja sambilan untuk membiayai pendidikan.
Akhirnya setelah Ify lulus dan menjadi guru sebuah TK, Deva mendapatkan
beasiswa di sekolah teknik ternama di kotanya, dan kepandaiannya membuatnya
mempunyai masa depan yang cukup cerah. Kepandaian otaknya, ketampanan fisiknya
dan kebaikan hati eva membuat Ify
yakin bahwa adiknya adalah pasangan paling sempurna bagi siapapun.
♥♥♥
"Selamat
datang." Keke menyambut Deva dan Ify dengan bahagia di pintu, pipinya
bersemu merah dan matanya berbinar ketika melihat Deva. Ify mengamatinya dan
mau tak mau tersenyum. Bagaimanapun
juga, Keke benar-benar tampak seperti perempuan yang
baik dan sungguh-sungguh mencintai Ervan.
"Terima
kasih kak Ify mau menemani Deva kemari,” dengan sopan dan ramah, Keke menyalami
Ify.
"Mari
silahkan masuk, pestanya sudah dimulai."
Pesta
itu benar-benar pesta mewah yang elegan, yang memang diperuntukkan
untuk kelas atas.
Semuanya berpakaian indah dan syukurlah meski tidak mahal gaun hitam Ify
yang sederhana tampak begitu cantik dipakainya.
"Sendirian
di sini?" seorang lelaki tiba-tiba sudah ada di sebelahnya dan menyapanya.
Ify menoleh dan menemukan lelaki paling tampan yang
pernah dilihatnya. Dengan rambut disisir rapi, dagu yang sudah dicukur
bersih, dan pakaian
yang sepertinya dijahit khusus untuknya, lelaki muda itu tampak
seperti pangeran dari negeri dongeng.
"Tidak...
Saya bersama pasangan saya." tiba-tiba Ify merasa gugup. Penampilan lelaki
itu dan aura yang dibawanya entah
kenapa membuatnya merasa gugup dan tiba-tiba
saja ingin melarikan diri.
"Oh?
Benarkah? Sepertinya aku tidak melihatnya." lelaki itu menatap ke arah Ify
tajam meskipun bibirnya tersenyum, "Sungguh pasangan anda orang yang
sangat ceroboh membiarkan perempuan cantik sendirian di sini."
Ify
mengernyitkan keningnya, "Maaf... Saya akan mencari pasangan saya."
Dengan buru-buru
Ify membalikkan badannya dan mencoba pergi, aura lelaki membuatnya
gelisah tidak tertahankan lagi, cara lelaki itu menatapnya bagaikan harimau
mengincar mangsanya.
"Ify?"
Ify
langsung tertegun mendengar
suara itu, suara yang dikenalnya, suara dari masa
lalunya yang sudah bertahun- tahun berusaha dilupakannya. Suara Alvin.
Dengan
gugup didongakkannya kepalanya, dan tertegun, itu memang benar Alvin yang sama, hanya sekarang
lebih tampan, lebih dewasa. Dan hati Ify luar biasa sakitnya mengingat kenangan
itu. Ketika Alvin
meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan apa-apa, karena dorongan
keluarganya.
Ify
ingat sekali ketika itu ibu Alvin, seorang nyonya besar yang kaya raya tidak
menyetujui hubungan Ify dengan Alvin, karena Ify hanyalah perempuan biasa, dari
keluarga biasa, apalagi ibu Alvin sudah menyiapkan calon untuk Alvin, anak dari
temannya, keturunan ningrat yang saat itu sedang menyelesaikan magisternya di Australia, bernama Pricilla.
"Hai
Alvin, apa kabar?" suara Ify terdengar lemah, terlalu terkejut.
Alvin
tersenyum miris. "Kabar baik Ify, kau sendiri? Bagaimana kabarmu?"
"Aku
baik." tiba-tiba saja Ify ingin menangis, kenapa dia harus bertemu Alvin
di sini? Alvin adalah satu-satunya lelaki yang tidak ingin ditemuinya di dunia
ini, "Dimana Pricilla?" tanya Ify mencoba tegar.
"Ah,
Pricilla..." Alvin tampak salah tingkah, "Dia ada di sana, sedang
berbicara dengan temannya, eh… Kami sudah bertunangan, tanggal pernikahan kami
ditentukan 2 bulan lagi, segera setelah Pricilla mengurus kepindahannya dari
Australia, aku harap kau mau datang."
Bagaimana
mungkin Alvin tega mengucapkan kalimat menyakitkan itu
tanpa rasa bersalah
sedikit pun? Tidak ingatkah dia
betapa dia telah
menyakiti hati Ify
dengan begitu kejam, meninggalkannya tanpa perasaan? Membuat Ify
akhirnya tidak bisa mencintai lelaki lain...
"Aku...
Aku tidak bisa berjanji... Aku..."
"Alvin,
teman-temanku ingin berbicara denganmu, dear." perempuan cantik itu
tiba-tiba datang dan mengglayuti lengan Alvin dengan manja, dia lalu menatap
Nessa dan mengangkat alisnya, "Eh... Siapa ini?"
Alvin
tampak gugup dan menelan ludah. "Ini Ify, teman kuliahku dulu, kami sudah
lama tak bertemu dan kebetulan bertemu di sini."
"Oh.”
Pricilla menatap Ify dari kepala sampai kaki dengan pandangan meremehkan,
"Aku pernah dengar dari ibumu kalau kau dulu pernah punya kekasih bernama
Ify yang kau tinggalkan, hmmmm...." Pricilla
tersenyum mencemooh, "Pantas saja kalau begitu, dia tidak selevel
dengan kita, bukan begitu dear?"
Alvin
tampak kehilangan kata-kata sedangkan Ify berdiri dengan muka merah padam atas
penghinaan terang- terangan yang diucapkan dengan lantang tersebut.
Sebelum
mereka dapat berkata-kata, sosok pria tampan yang tadi menyapa Ify tiba-tiba
melangkah mendekat dan mengamit lengan Ify dengan mesra. "Kau tidak
mengenalkan mereka kepadaku, sayang?"
Ify
mendongak, mengernyitkan alisnya sambil menatap lelaki tak dikenal itu, apa
katanya tadi?
Tetapi
kemudian perhatiannya teralihkan oleh wajah Pricilla dan Alvin dan memucat,
"Kau mengenal Tuan Gabriel, Ify?" tanya Alvin seolah tak percaya.
Pria
bernama Gabriel itu semakin mendekatkan tubuhnya pada tubuh Ify, "Tentu saja, Ify adalah
kekasihku, dan sepertinya kalian mengenalku ya?"
"Keluarga
kami menjalin hubungan bisnis dengan anda Tuan Gabriel." kali ini Pricilla
yang menyahut sambil tersenyum manis, "Sungguh suatu kehormatan bisa
bertemu dan bercakap- cakap langsung dengan anda di sini."
Gabriel
ganti menatap Pricilla dengan pandangan mencemooh, "Hmmm... Kehormatan
bagimu juga mungkin bisa berbicara dengan kekasihku yang luar biasa ini."
lalu Gabriel tersenyum pada Ify, tidak mempedulikan muka Pricilla yang memerah
karena jawaban kasarnya itu, "Ayo sayang kita pergi, masih banyak
tamu-tamu penting yang harus kita temui."
Kemudian
Gabriel membalikkan tubuh Ify, membawanya dalam gandengan lengannya,
meninggalkan Alvin dan Pricilla yang berdiri dengan terhina di sana.
♥♥♥
"Kenapa kau
membantuku?" Ify berbisik
pelan setelah mereka menjauh
dari pasangan Alvin dan Pricilla.
Gabriel
tergelak dan kemudian melepaskan genggaman lengannya, "Aku melihat seorang
perempuan yang hampir dipermalukan oleh kekasih yang dengki, dan aku merasa
harus turun tangan untuk membantu." Kemudian lelaki itu mengulurkan
tangannya, "Kita tidak
sempat berkenalan tadi karena kau
buru-buru kabur."
"Oh."
pipi Ify memerah, "Te...terima kasih atas bantuannya, aku..."
"Kakak?"
kali ini suara Keke yang menyela. Gabriel dan Ify menoleh serentak, dan
berhadapan dengan Keke yang sedang bersama Deva.
Keke
tersenyum ceria ketika melihat Ify,
"Ah... Kulihat kakak sudah berkenalan dengan kak Ify, kakaknya
Deva... Kak Ify ini kakakku yang kuceritakan ingin berkenalan."
Sedikit
terkejut atas informasi baru itu, Ify melirik ke arah Gabriel. Sekilas Ify
menyadari rona wajah Gabriel yang hangat
berubah menjadi dingin.
Apakah lelaki itu
menjadi dingin ketika mengetahui bahwa Ify adalah kakak Gabriel? Ify
masih ingat cerita Deva bahwa kakak Keke ini sangat mencurigai orang miskin
sebagai pengincar harta mereka.
Apakah
kisahnya bersama Alvin akan terulang
pada Deva? Dicemooh dan
diremehkan hanya karena
mereka berasal dari keluarga sederhana?
"Oh...
Ini Deva yang kau ceritakan itu?" Gabriel berucap lambat-lambat dan kemudian
membalas uluran tangan Deva, setelah selesai berjabat tangan, dia menoleh lagi
kepada Ify, "Dan kau Ify, kakaknya Deva... Senang berkenalan
denganmu." lelaki itu mengulurkan tangannya kepada Ify, dan mau tak mau
Ify menerima uluran tangan itu.
Seketika
Gabriel menggenggam tangannya yang mungil itu dengan kuat dan dominan, seperti
mengisyaratkan sesuatu.
"Well, sepertinya
kita akan banyak
bertemu nanti Ify," gumamnya
penuh arti.
Nada suaranya
ramah, tetapi
entah kenapa Ify merasa ngeri. Membuat Ify bertanya-tanya
apa yang ada di benak Gabriel sebenarnya.
Mereka
berdiri berempat sambil mengamati pesta. Keke dan Deva berpegangan tangan dengan
penuh cinta, sementara Ify berdiri dengan
canggung di sebelah Gabriel. Tiba-tiba
musik lembut dansa dimainkan dan beberapa pasangan tampak turun ke lantai
dansa, menikmati dansa romantis di antara kelap-kelip cahaya temaram dan
suasana pesta yang elegan.
Gabriel menoleh
ke arah Ify
dan memasang senyumnya yang
paling manis, “Mau berdansa?”
Ify tertegun,
lalu menggelengkan kepalanya,
“Tidak...
Saya tidak bisa berdansa,” tolaknya cepat.
Tetapi Gabriel
menatapnya dengan keras kepala,
“Oh ayolah, aku akan mengajarimu. Lagipula kau tidak kasihan
kepadaku, aku tidak
punya pasangan dansa.”
dan sebelum Ify bisa
menolak, lelaki itu
sudah menariknya ke
lantai dansa.
Gabriel
bohong.
Dia bisa memilih
banyak pasangan dansa kalau
mau, dilihat dari
banyaknya mata yang memandang Ify dengan iri. Ify begitu
gugup ketika Gabriel dengan tenang melingkarkan tangannya di pinggang Ify dan
meletakkan tangan Ify di pundaknya. Lelaki itu membawa Ify melangkahkan kaki
dengan lembut, mengikuti irama.
“Lihat, gampang
kan?” bisiknya sambil
tersenyum, menatap Ify dengan matanya yang tajam.
Ify memalingkan
muka dengan wajah
merah padam, tidak tahan ditatap seperti itu. Dia hanya menganggukkan
kepalanya dan kemudian memusatkan perhatiannya kepada gerakan dansa mereka.
Ketika tanpa
sengaja Ify memutarkan pandangannya ke sekeliling
ruangan, matanya bertabrakan dengan mata Alvin, lelaki itu sedang berdansa
dengan Pricilla yang sekarang berada dalam posisi membelakangi Ify, membuat
Alvin leluasa menatap Ify.
Ada
sesuatu di tatapan mata Alvin itu, sesuatu yang mirip dengan penyesalan dan
kepedihan... Membuat dada Ify terasa
sesak. Dia memalingkan
kepala, dan mencoba
untuk tidak menoleh ke arah Alvin lagi.
♥♥♥
Seperti biasa
Ify melangkah keluar
kelas setelah memastikan semua
muridnya benar-benar pulang dalam jemputan keluarga mereka.
Taman
kanak-kanak itu tampak lengang dan sepi. Yah biasanya yang membuat ramai adalah
kehadiran murid-murid kecilnya yang berceloteh riang kesana kemari. Sekarang
tinggal guru-guru yang sibuk merapikan barang-barang mereka di ruang guru.
Ify mendesah
dan mengambil tasnya lalu melangkah ke lorong TK itu, entah kenapa sejak pesta
itu batinnya kembali terasa sakit, sakit
hati yang telah
coba dilupakannya begitu lama.
Sakit hati karena kepedihan ketika Alvin meninggalkannya dengan kejam, kini
semua itu kembali lagi.
Mungkin
ini semua karena di pesta itu dia bertemu kembali secara langsung dengan Alvin,
melihat langsung bagaimana Alvin sudah
melupakannya dan berbahagia dengan tunangannya.
Pernikahan mereka dua bulan lagi...
Tiba-tiba
saja batin Ify berdenyut dan terasa sakit. Kenapa hatinya sakit? Apakah dia
masih menyimpan cinta itu kepada Alvin? Bahkan setelah
dia dicampakkan dan dikhianati
sedemikian rupa?
"Hati-hati,
nanti kau tersandung."
Suara
maskulin itu tiba-tiba muncul, tak disangka- sangkanya. Begitu mengejutkan
hingga Ify mengeluarkan suara
pekikan kaget. Dia
mendongak ke arah suara
itu dan menemukan Gabriel, kakak
Keke, sedang bersandar di
tiang lorong taman kanak-kanak itu, masih mengenakan setelan jas
kantornya yang elegan.
"Kenapa
anda ada di sini?" tiba-tiba Ify merasa waspada.
Gabriel tersenyum
misterius. "Ada yang ingin kusampaikan kepadamu, kalau kau
tidak sibuk."
"Darimana
anda tahu tempat saya bekerja?" kali ini perasaan Ify di dominasi oleh
rasa curiga, jangan-jangan lelaki ini sudah membayar orang untuk menyelidiki
Deva dan keluarganya.
Gabriel terkekeh
melihat tatapan curiga Ify,
"Jangan menatapku seperti itu, aku
tidak mengambil informasi lewat jalan belakang." dengan elegan dia
mengangkat bahunya, "Aku
mendapat informasi dari Keke bahwa kau bekerja di sini, dia
sering bercerita tentang Deva dan tentang kau."
"Oh."
Ify tercenung, "Apa yang ingin anda sampaikan kepada saya?"
Mendengar
pertanyaan Ify, tatapan Gabriel berubah serius, "Mungkin kau bisa ikut aku ke suatu
tempat untuk membicarakannya?'
Alarm
peringatan langsung berbunyi di benak Ify, mengingatkannya. Entah kenapa, meskipun
tersenyum ramah, aura Gabriel tampak mendominasi dan menyimpan sesuatu yang
misterius. Ify tidak mau pergi kemanapun dengan lelaki itu. "Kalau memang
bisa kenapa tidak kita bicarakan di sini saja?"
Gabriel
menatap tajam, kemudian sekilas tampak geli melihat ketakutan Ify yang berusaha
disembunyikannya dengan baik. "Oke
kalau begitu, meskipun
aku sebenarnya ingin
membicarakannya di tempat yang lebih pribadi.” Tatapannya berubah
serius dan dalam
sekejap auranya berubah dingin,
"Begini Nona Ify, aku
ingin menawarkan sejumlah uang
kepada keluargamu supaya kalian semua menjauhi Keke."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar